Aku adalah pendendam yang baik
sekaligus penyair yang payah.
Aku menginginkan amnesia
tapi juga ingin mengabadikannya sebagai amarah.
Hari-hari setelah aku menemukan diriku meninggalkan tempat yang kuanggap sebagai rumah
Aku selalu menemukannya pada celah-celah jendela yang terbuka
Aku juga menemukannya pada lubang toilet
Tempat dimana orang-orang meninggalkan kotoran mereka sendiri
Aku juga sesekali menemukannya di mimpiku
Tapi malas juga aku menceritakannya.
Aku cukup pernah mencintainya sampai sanggup mencacahnya
menjadi bagian kecil hanya sekedar untuk kunikmati sendiri.
Dia dan perempuan yang banyaknya seperti
Burung dara meminta makan itu
Berhasil membuatku memaki Tuhan atas ketidak adilan yang diberikan kepadaku
Aku ingin mengingatnya sebagai badai
Yang tak berhenti memporak-porandakan daratan.
Akan cukup mudah bagiku untuk melahap diriku sendiri
Alih-alih memaafkannya dan memulai hidup baru
Aku lebih suka mengumpatinya sambil menggaungkan matra lex talionis
Aku sudah cukup kuat untuk mengumpulkan bara api
Dari segala penjuru bumi untuk menjadikannya abu.
Tidak akan ada air yang cukup untuk menyembuhkan peradanganku.
—
Pada akhirnya dia benar-benar menghilang
Tidak juga pernah lagi aku menemukannya selain pada dendam yang belum terselesaikan.
Nikmatilah saja, dan biarkan api bekerja sebagaimana mestinya.
Surabaya, 10 Februari 2021.