Senja menyambutmu pulang
Bersama polusi udara yang memekat
Dedaunan bergesek melantunkan melodi pilu
Kawanmu bergunjing tentang derita
Yang kau semai pada tubuh perempuan tak berdosa
Isi kepalamu adalah tanda seru
Yang sibuk mencekik lehermu sendiri.
Tidak ada apa-apa didalam dirimu
Tubuhmu adalah penyesalan
Yang bahkan tidak ingin Ia lahirkan ulang.
Kau mencariku ke seluruh penjuru
Rumah yang sempat kau bangunkan untukku.
Kau mengetuk pintu kamarku
Dan menemukan jingga yang kau anggap sebagai pertumpahan darah.
Kau membuka lemari es
Dan menemukan aku menyimpan jemariku yang kupotong
Untuk menu makan malammu.
Lalu kau buka juga lemari
Dan kau temukan dua bola mataku berserakan di bawah selimut tebal.
Kau melihat cermin
Melihatku menari dengan dress putih yang sangat kau benci.
Perpisahan yang pernah kau gaungkan terdengar lantang
Pada telingaku yang juga kuletakkan didalam ranselmu
Kekata yang tidak ingin kudengar sebelumnya itu
Ternyata tiba sebagai pukulan telak anak kepada ibunya.
Suatu saat nanti, sesudah adzan subuh
Aku akan datang;
Sebagai pendoa yang menaburkan kamboja di atas tubuhmu.
Mencium pipimu yang dingin
Membisikkan batas tentang kematianmu
Yang tak henti aku nanti.
Surabaya, 03 Maret 2021.